Berlari

Berlari
Berlarilah seperti kuda, semangaaat!

Kamis, 03 Juli 2014

CERITA KECILKU

Tanpa maksud menyombongkan diri saya menulis cerita ini. Saya hanya ingin berbagi pengalaman dengan harapan pembaca dapat juga mengalami apa yang saya alami ini. Pengalaman ini bisa dialami oleh siapa saja asal punya kemauan dan sedikit usaha untuk mencapainya.

Saya terlahir dari keluarga dengan keadaan ekonomi yang sangat minim. Walau demikian kehidupan saya sejak kecil terasa begitu indah, ini bukan karena terlimpahi harta benda yang sifatnya materi, tapi sungguh saya kaya dengan limpahan kasih sayang dari kedua orang tua saya. Saya anak perempuan satu-satunya dalam keluarga. Kadang-kadang terlalu dilindungi, dikhawatirkan dan dibanggakan oleh orang tua terutama ibu saya. Kepada siapapun yang beliau temui saya adalah yang dibanggakan. Saya rasakan itu. Kadang saya jadi risi mendengarnya. Semakin besar saya semakin tidak suka dengan kebiasaan ibu saya itu, saya malu. Saya tahu lebih banyak anak-anak lain yang bisa lebih membanggakan dari pada saya..
Namun semakin dewasa saya merasa sikap orang tua seperti itu membentuk saya menjadi pribadi yang tidak minder dengan kekurangan diri. Saya mempunyai kepercayaan diri untuk selalu mempelajari yang ingin saya tahu atau kuasai.

Sejak kecil saya senang mencoba segala sesuatu yang menarik minat saya. Ketika saya masih duduk di SD nenek adalah seorang penjahit pakaian. Saya adalah cucu yang paling sering menemani nenek menjahit. Aku selalu ingin mencoba, maka ketika nenek menyuruhku membantu beliau untuk memasang kancing baju  slangganannya, saya senang sekali, ini berarti saya diajari nenek bagaimana cara memasang kancing. Hari itu saya mendapat ilmu baru dari nenek, memasang kancing baru. Karena saya yang selalu ada dekat nenek maka tidak sulit bagi nenek untuk mengirimkan pakaian lengganannya yang sudah selesai nenek jahit. Saya adalah kurir beliau, saya lupa apakah saat itu dibayar atau tidak. Yang jelas saya senang karena bisa pergi agak jauh dari rumah dan ini berarti saya bisa main bertemu banyak orang di jalan yang biasanya menyapaku dengan ramah (mungkin ini akibat cerita-cerita ibu tentang saya). Saat itu dibandingkan anak-anak seusiaku aku yang paling tahu letak-letak tempat di kampungku. Entah karena saya ini cucu yang selalu dekat dengan nenek atau karena saya termasuk rajin membantu beliau atau karena energi yang berlebih sehingga selalu siap membantu nenek, saya jadi paling disayang sama nenek. Setiap selesai panen sayuran di kebun nenek, saya selalu diajak ke Pasar Baru Bandung (saat itu satu-satunya tempat belanja paling keren terutama untuk kami orang gunung) dan ini tidak terjadi pada cucu nenek yang lain. Padahal cucu nenek banyak. Saya memang paling "nakal". Keterampilan nenek tidak hanya menjahit pakaian dan bertani tapi nenek juga pandai merajut (crochet/hakken). Tentu saja saya tidak bisa hanya diam melihat nenek merajut, saya merasa harus bisa, supaya asyiik bersama. Saya meminta nenek untuk mengajari saya merajut. Ibu saya bilang saya ini "calakan" (mudah belajar dalam bahasa Sunda). Alhamdulillah akhirnya saya bisa merajut jenis crochet, jenis lain knitting saya pelajari setelah dewasa.

Ada cerita dibalik keterampilan saya dalam bidang merajut. Ketika saya sekolah di sekolah lanjutan atas, saya sekolah di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) St. Angela. Disana saya mempunyai banyak teman dari etnis Tionghoa. Rata-rata mereka pandai berdagang, ada saja barang yang mereka bawa untuk dijual kepada teman-teman di sekolah. Saya berfikir, saya mau menjual apa ya? orang tua saya bukan pedagang beda dengan mereka yang orang tuanya rata-rata pedagang. Setelah lama berfikir akhirnya saya memutuskan akan menjual hasil rajutan yang berupa tempat pensil. Awalnya tidak berani menjual takut tidak aad yang membeli. Maka setelah selesai 1 tempat pensil saya gunakan sendiri dulu sebagai contoh.. Sengaja saya pamer-pamerkan pada teman dengan harapan mereka tertarik. benar saja akhirnya ada teman yang bertanya, dari mana tempat pensil itu. Inilah kesempatan saya untuk berpromosi dan memasarkan hasil karya saya itu. Akhirnya banyak teman yang memesan, saya tidak banyak uang untuk modal membeli benang, akhirnya minta benang pada nenek. Tapi nenek juga tidak selalu punya benang baru. Sering nenek malah memberikan baju hangat yang sudah nenek selesaikan bahkan ada yang sudah dipakai beliau untuk dibuka kembali, demi mendukung usaha saya, he he he...Ya Allah Rachmatilah nenek dan kakek hamba, ringankan siksa kuburnya, lapangkan dan terangilah kuburnya. Aamiin...(saat nulis ini saya nangis ingat nenek).

Dulu ketika saya remaja saya pernah memperhatikan kulit wajah ibu saya. bersih. Ini terjadi ketika ibu saya rajin ikut senam dengan ibu-ibu di kampung saya. Saat itu saya tidak tertarik dengan kegiatan SJK (Senam Kesegaran Jasmani) ibu-ibu kampung saya. Setelah saya menikah dan tinggal di sebuah perumahan, disana banyak ibu-ibu muda seusia saya yang mengajak saya untuk aktif di lingkungan sekitar, salah satu kegiatannya adalah senam untuk mengikuti perlombaan 17 Agustusan. Tetapi ternyata saya tidak berhenti sampai di waktu perlombaan, saya melanjutkan kegiatan senam ini dengan menjadi anggota sanggar senam. Kesukaan saya pada senam makin menjadi, selain di sanggar saya juga belajar secara autodidak di rumah untuk jenis senam lainnya yang tidak diberikan di sanggar. Biasanya saya membeli VCD tutorial senam di toko buku langganan. Saya praktekkan di rumah sampai saya benar-benar menguasai. Ketika di sanggar saya diskusikan dengan teman atau instruktur tentang senam yang saya pelajari itu.

Walaupun saya orangnya nalaktak dan senang mencoba sesuatu yang baru tapi terus terang tampil dimuka umum adalah sesuatu yang menakutkan bagi saya. Saya masih ingat ketika di SPG ada pelajaran bernyanyi ke depan kelas, Ya Allah...keringat saya mengucur deras, menggigil, bergetar dan suara yang keluar fals buangeeet!!!! (sampai sekarang saya tidak bisa bernyanyi). Sadar saya tidak bisa di tarik suaru maka saya mencari yang lain, saya suka menari, maka saya masuk ke ekstrakurikuler tari Bali. Selain di sekolah ekstrakurkluler tari Bali, di luar sekolah saya belajar tari Jaipongan. Untuk Jaipongan saya tidak punya guru banyak. Punya guru banyak bukan berarti saya banyak uang untuk membayar mereka, tapi justru sebaliknya karena saya tidak punya uang untuk les tari Jaipongan (ingat keluarga saya bukan keluarga banyak uang). Guru tari Jaipongan saya adalah teman-teman atau temannya teman yang saya minta sukarela ngajarin saya. Rata-rata mereka senang-senang saja saya manfaatkan he he he... Di SPG teman-teman dan guru hanya tahu kalau saya penari Bali. Ketika acara Natalan (Sekolah kami sekolah Katholik), semua siswa harus menampilkan kesenian yang mereka bisa, saat itu saya tidak lagi tari Bali tapi saya mencoba menampilkan Jaipongan hasil belajar kesana kemari dengan gratis. Hasilnya? Wooow saya senang sekali para guru memuji penampilan saya, mereka bilang 'bakat yang tersembunyi' mungkin karena mereka tidak tahu kapan saya latihan. Inilah hasil saya sering pulang telat ke rumah yang membuat Ibu saya khawatir (maafkan saya ya 'Ma).

Walaupun sudah berkeluarga hasrat saya belajar sesuatu tidak pernah padam. Alhamdulillah saya diberi  suami yang memberi peluang kepada saya untuk selalu berkembang dan belajar. Dia bilang yang penting tidak lupa tugas sebagai istri dan ibu. Ehm...tidak donk!!!

Ketika anak-anak semakin besar, mulai banyak  waktu luang bagi saya. Mereka sudah tidak nyaman lagi untuk selalu diantar jemput. Saya tidak memaksa walaupun bagi saya kegiatan antar jemput adalah waktunya untuk lebih dekat dan mendalami mereka secara pribadi. Untuk membuat waktu-waktu luang itu lebih berarti, diluar saya sebagai istri, ibu dan guru, saya mencoba menularkan kesenangan dan keterampilan yang sedikit ini untuk orang lain. Di sekolah saya membagikan hobby senam saya kepada teman-teman. Ini saya lakukan sejak saya masih bertugas di sebuah SMP di daerah selatan Bandung juga di lingkungan rumahku yang dulu. Alhamdulillah membuat sehat orang lain dan tentu saja insya Allah sayapun terasa tetap sehat. Keterampilan lain yang saya coba bagikan adalah merajut. Selain di lingkungan tempat tinggal ibuku di Lembang, terutama saudara-saudara saya, banyak siswa di sekolahku yang memanfaatkan waktu istirahat sekolah untuk belajar merajut di ruang BK (karena saya guru BK). Bahkan ada yang unik, teman guru BK saya yang laki-laki belajar juga merajut, padahal selama ini kegiatan merajut identik dengan perempuan. Saya juga pernah memberikan pelatihan merajut di sebuah yayasan pendidikan di Bandung Timur, ah menyenangkan berbagi dengan banyak orang. Ketika saya sering renang dengan seorang teman yang mempunyai peristirahatan di Garut, saya juga mengadakan kegiatan belajar merajut untuk ibu-ibu yang tinggal di sekitar peristirahatan tersebut. Saat itu saya ingin langkah saya ke Garut tidak hanya untuk saya bersenang-senang berenang tapi tetap memberi arti untuk orang lain. Walaupun dalam kegiatan renangnya itu sendiri aku berbagi keterampilan juga. Ada yang membuat saya bahagia dengan renang ini. Salah seorang sahabat saya yang sama-sama mengajar di satu sekolah, awalnya sama sekali tidak bisa renang tapi karena berkemauan kuat untuk bisa kemudian sering latihan dan sedikit latihan yang saya berikan, kini dia pandai berenang.

Saya bukan seorang yang kaya, yang mampu membayar seorang sopir untuk mengantar saya kesana kemari berkegiatan. Untung suamiku membolehkan saya belajar menyetir mobil dengan instrukturnya dia. Tidak lama kemudian jadilah saya supir andalan keluarga, walaupun saat belajar sering sekali membuat suami jengkel, maklum kalau gurunya suami, murid suka bandel dan tersinggungan, padahal maksud suami supaya selamat (makasih My Love). Ketika itu suami sedang sibuk-sibuknya di kantor, sehingga hanya sedikit waktu untuk keluarga, tapi karena saya sudah dia ajari nyetir jadi anak-anak tidak perlu nunggu Papanya ketika perlu pergi-pergi. Ada saya yang siap mengantar mereka. Alhamdulillah!!!!
Kini ketika ingin kembali menuntut ilmu di bangku kuliah yang ternyata harus di kampus yang jauh di luar kota--mengingat waktu kuliah yang tidak menyita waktu ngajar-- kemampuan saya menyetir sangat saya syukuri, saya tidak perlu merepotkan suami antar jemput ke luar kota. Saya biasa membawa kendaraan sendiri, yang penting suami mengizinkan.

Untuk sementara cerita saya cukupkan sampai disini saja dulu, saya mau menyiapkan bahan-bahan untuk masak persiapan buka shaum hari ini. Mohon cerita ini jangan dipandang dari sisi negatif, saya hanya ingin mengajak teman-teman untuk selalu belajar dan belajar, dan yakinlah bahwa teman-teman juga mempunyai kelebihan yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk sesama. Saya yakin kelebihan yang dimiliki teman-teman lebih banyak dari sekedar yang saya miliki.
Terima kasih untuk dapat membaca cerita kecil ini.

Cipamokolan, 3 Juli 2014/5 Ramadhan 1435 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar